Cristiano Ronaldo, bintang sepakbola asal Portugal hingga Lionel Messi asal Argentina, dituduh melakukan penggelapan pajak oleh otoritas pajak Spanyol karena mereka yang menjadi wajib pajak di Spanyol tidak melaporkan penghasilan yang mereka terima termasuk hasil dari shell company yang mereka miliki. Mengapa masalah ini dapat terjadi dan apa yang bisa kita pelajari bagi perpajakan di Indonesia?
Permasalahan Pajak
Ronaldo dan Messi terutang pajak di Spanyol karena meskipun mereka bukan warga negara Spanyol namun mereka menjadi resident untuk kepentingan pajak di Spanyol sehingga penghasilan mereka terutang pajak penghasilan di Spanyol.
Hal serupa dapat terjadi di Indonesia karena ada WNI, yang karena keadaaan atau bahkan terencana, menjadi tax resident di negara lain, dimana mereka memiliki penghasilan dan harta dalam jumlah besar. High Net Worth Individuals (HNWI), dapat saja menggunakan perencanaan pajak dengan menjadi resident untuk kepentingan pajak di negara lain. Sehingga HNWI asal Indonesia, yang menjadi incaran program Tax Amnesty pemerintah, dapat tidak terutang pajak penghasilan di Indonesia karena telah menjadi resident di negara lain.
Perencanaan Pajak
Pada saat Tax Amnesty diluncurkan, diperkirakan ada ribuan triliun uang WNI tersimpan di Singapura dan negara lainnya namun berdasarkan peraturan pajak, banyak dari WNI tersebut yang tidak wajib membayar pajak penghasilan di Indonesia sehingga tidak wajib mengikuti Tax Amnesty karena didasari aturan pajak Indonesia tentang tax resident yang terutama didasarkan atas lama tinggal di Indonesia.
Banyak WNI, termasuk HNWI, yang tinggal di Singapura, tidak wajib membayar pajak di Indonesia dan menjadi resident untuk kepentingan pajak di Singapura sehingga hanya wajib membayar pajak penghasilan mereka di Singapura meskipun sebagian dapat saja sebagian besar harta dan penghasilan mereka berada atau bersumber di Indonesia.
Sejarah mencatat, orang terkaya di Asia Tenggara di masanya, Oei Tiong Ham pindah ke Singapura dari Semarang pada masa kolonial Belanda untuk menghindari pajak penghasilan yang besar di Hindia Belanda di tahun 1920-an.
Tax Resident
Aturan tentang tax resident (domisili fiskal) di Indonesia juga diatur dalam Tax Treaty dengan negara lain dimana resident tidak hanya didasarkan atas berapa lama seseorang tinggal di satu negara tapi juga dapat didasarkan atas keadaan di sekitar wajib pajak seperti tempat tinggal tetap atau hubungan ekonomi meskipun dalam peraturan dan praktek, penentuan domisili fiskal lebih didasarkan pada lama tinggal wajib pajak di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan DJP No. PER-43/PJ/2011, HNWI asal Indonesia dapat dianggap sebagai subjek pajak luar negeri dengan melihat lama tinggal di Indonesia. Jika HNWI dianggap sebagai resident atau subjek pajak di luar negeri maka tidak hanya berpengaruh pada pelaporan pajak saja namun juga hal lain seperti pembukaan rahasia atas informasi keuangan dan perbankan belum lama ini dapat saja tidak berpengaruh pada mereka karena tidak harus membayar pajak penghasilan di Indonesia
Dalam praktek di negara lain, domisili fiskal ditentukan tidak hanya berdasar lama tinggal di satu negara. Di Belanda, warga negara Belanda yang tinggal atau pindah ke negara lain tidak otomatis dianggap sebagai resident negara lain tapi tetap dianggap sebagai tax resident di Belanda hingga 1 tahun setelah kepindahannya dan ada aturan khusus dalam UU Pajak Belanda tentang fakta dan keadaan untuk melihat status tax resident termasuk perkecualian misalnya untuk diplomat.
Aturan berdasarkan lama tinggal dapat menjadi celah bagi highly mobile individual yang tidak tinggal lebih dari 183 hari di satu negara dalam satu tahun seperti halnya pelaut hingga usahawan yang berbisnis di banyak negara. Inggris bahkan memutuskan bahwa seorang yang tinggal dan bekerja di luar Inggris namun telah menjadi tax resident selama 15 dari 20 tahun terakhir akan tetap menjadi resident di Inggris. Di Jerman, mantan petenis Boris Becker, yang memiliki tempat tinggal di Swiss, diputuskan oleh kantor pajak Jerman tetap berdomisili fiskal di Jerman karena apartemennya di Munich dan harus membayar pajak di Jerman.
Exit Tax dan Tax Clearance
Dalam ketentuan pajak di Indonesia, orang pribadi yang tidak lagi menjadi tax resident di Indonesia tidak perlu mendapatkan tax clearance dari kantor pajak jika akan pindah ke luar negeri, baik bagi WNI maupun WNA meskipun ini adalah untuk memastikan semua hutang dan kewajiban pajak sudah diselesaikan. Di negara lain, tidak hanya itu, bahkan warga negara yang akan pindah kewarganegaraan dapat diminta menyelesaikan pajak yang masih harus dibayar seperti exit tax.
Kelemahan ini memungkinkan seorang WNI atau WNA meninggalkan Indonesia tanpa membayar pajak yang terutang sehingga ada satu kasus dimana WNA Malaysia yang telah pergi meninggalkan Indonesia dengan jumlah hutang pajak yang besar dan akhirnya disandera karena tunggakan pajak tersebut saat ia datang lagi ke Indonesia.
Shell Company
Special Purpose Vehicle di luar negeri dapat dipakai oleh HNWI untuk menghindari pajak karena passive income dapat memperoleh perlakuan pajak yang lebih menguntungkan dibandingkan penghasilan usaha atau pekerjaan.
Otoritas pajak sesungguhnya berkewajiban untuk mengetahui kepemilikan SPV luar negeri oleh Wajib Pajak Dalam Negeri termasuk HNWI. Ditjen Pajak perlu memperoleh informasi kepemilikan SPV luar negeri dari HNWI Indonesia seperti tercermin dalam kasus Panama Paper. Tentunya ini didukung dengan rencana global agar tidak ada lagi negara yang mengijinkan adanya bearer shares (saham atas unjuk) dalam UU domestik.
Informasi kepemilikan badan usaha di luar negeri menjadi semakin penting setelah terbitnya aturan baru Controlled Foreign Corporation (CFC) berdasarkan PMK No. 107/PMK.03/2017 sehingga WNI atau bahkan WNA yang dianggap sebagai resident di Indonesia akan terutang atas penghasilan mereka dari penyertaan modal dari badan usaha di luar negeri dimana berdasarkan aturan terbaru tersebut, badan usaha di luar negeri juga dapat meliputi Trust atau badan usaha sejenis dan penyertaan modal yang dilakukan termasuk penyertaan modal langsung maupun tidak langsung.
Kesimpulan
Dari perbandingan dengan negara lain, dalam hal peraturan tentang resident di Indonesia, terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki pemerintah seperti ketentuan pajak untuk resident bagi WNI yang berpindah ke negara hingga exit tax atau tax clearance bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Hal ini diperlukan untuk kepastian hukum, mengatasi permasalahan penghindaran pajak hingga penggalian potensi pajak
Belajar dari permasalahan kepemilikan badan usaha di luar negeri, pemerintah dapat mencari cara yang lebih baik untuk mendapatkan informasi kepemilikan HNWI Indonesia atas SPV di luar negeri. Wajib Pajak Orang Pribadi sendiri tentunya juga perlu mengetahui akan permasalahan pajak yang dapat terjadi atas kepemilikan badan usaha di luar negeri.